Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Benih Cinta Mertua

Semenjak pandemi, banyak hal-hal yang sebelumnya ingin kita lakukan namun tertunda terus-menerus dan akhirnya terealisasi selama di rumah saja. Bahkan beribadah selama bulan Ramadan hingga sholat Idulfitri pun dilakukan di rumah.  Pandemi Covid 19 benar-benar banyak mengubah apapun dari diri kita minimal satu kebiasaan. Sama seperti yang saya lakukan kali ini.

berkebun zero waste
Ilustrasi: Canva

Kali ini saya memiliki aktivitas baru, yaitu menanam. Sebenarnya sudah sejak lama saya menyukai tanaman dan berharap suatu hari nanti memiliki rumah dengan pekarangan yang luas penuh dengan tanaman herbal, pohon-pohon yang berbuah ranum, memproduksi kompos, pupuk organik, pupuk cair dalam skala rumah. Keinginan itu semakin menguat semenjak saya duduk di bangku perkuliahan sebagai mahasiswa kesehatan lingkungan yang sudah pasti bersinggungan dengan konsep zero waste lifestyle. Namun apalah daya, sejak kecil saya selalu menjadi kaum nomaden alias tidak benar-benar bisa menetap di suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Jika menetap lama pun selalu adaaaa saja aktivitas di luar rumah.

Saat kuliah dan bergabung di komunitas Sahabat Lingkungan, saya pernah mendapatkan banyak bibit yang siap untuk di tanam dari teman antar komunitas ( Komunitas Jogja Berkebun). Sempat saya tanam dan saya sirami, tetapi lagi-lagi keadaan memaksa saya untuk tidak bisa menetap dan akhirnya saya pun tidak sanggup menyirami tanaman tersebut setiap hari.

Sekarang akhirnya saya sudah berumah tangga dan memiliki mertua. Bunda (mertua saya), senang sekali bercocok tanam. Biasanya Bunda menanam tanaman yang dipakai untuk memasak seperti pohon salam, pohon jeruk nipis, daun pandan dan bunga-bunga hias. Tidak bermaksud untuk menarik hati atau pun memenangkan hati Bunda atas menantu yang lain karena tentu kakak-kakak ipar saya jauh lebih hebat tirakatnya dan rajin bebenahnya daripada saya *LOL. Tetapi ya, apa salahnya menyenangkan hati orang tua, apalagi Bapak (bapak mertua) juga sangat menyukai sambal. Bisa dibilang sambal selalu hadir dalam menu santapan beliau.

Suatu hari saat sedang uprek di dapur bersama Bunda yang sedang bebersih cabai busuk, saya bilang, "itu bisa ditanam, Nda." akhirnya singkat cerita saya pun mulai merawat biji cabai yang sudah busuk itu. Ya, daripada di rumah luntang-luntung stres tidak karuan, mau keluar rumah juga eman-eman sudah tiga bulan di rumah dan masih was-was tertular virus corona, lebih baik berlatih sabar dengan menanam. Manfaatnya insya Allah banyak, salah satunya adalah memiliki tentara dzikir, karena tanaman pun berdzikir seperti makhuk Allah yang lainnya. 

Perjalanan menanam pun di mulai.

Menanam Cabai

Yap, sudah pada tahu kan kalau cabai adalah tanaman yang kaya akan vitamin C yang mana saat ini vitamin C sangat dibutuhkan untuk menjaga daya tahan tubuh. Cabai memiliki nama ilmiah Capsicum annum L. di Indonesia dikenal dengan sebutan cabai atau cabe. Dalam bahasa inggris, cabai disebut dengan chilli, siling haba sebutan dari orang-orang Fillipina, la jiao sebutan dari bahasa Cina. Klasifikasi cabai adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Plantea (tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super divisi     : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi              : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas              : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas       : Asteridae
Ordo               : Solanales
Famili             : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus             : Capsicum
Spesies      : Capsicum annum L. (Cabai Paprika/Capsicum annum var.grossum, Cabai Rawit/Capsicum frutescens L.)

Karena mencoba untuk zero waste, maka seperti yang saya bilang diawal, biji cabai yang sudah busuk saya masukan ke dalam mangkuk berisi air. Saya rendam untuk memilih biji dengan kualitas yang baik. Tanda biji tersebut bagus adalah biji terendam di dasar mangkuk. Apabila ada biji yang mengapung, sebaiknya biji tersebut didiskualifikasi dari tahap pertama ya :D

Selanjutnya biji yang sudah dipilih saya jemur. Proses ini berfungsi untuk menghilangkan bakteri jahat yang menempel pada biji tersebut. Setelah dijemur di bawah terik matahari. Mulailah proses penyemaian. Kali ini masih dalam konsep zero waste, saya menggunakan busa sisa hasil prakarya keponakan saya yang sudah tidak terpakai sebagai medianya. Busa tersebut dimasukan ke dalam streofoam bekas dan dibasahi kemudian beri bibit cabai di atasnya. Tutup wadah tersebut dan simpan di tempat yang terhindar dari sinar matahari maupun hujan agar suhunya selalu lembab.

karimah iffia rahman
Dokumen pribadi


Setelah seminggu, biji tersebut pun mulai berubah menjadi kecambah. Ada tiga wadah yang saya rawat. Foto di atas adalah salah satunya yang kemudian biji yang sudah berubah menjadi kecambah saya pindah di wadah baru yang berisi tanah yang saya ambil dari pekarangan rumah. Selama seminggu, tanaman saya simpan di halaman rumah yang beratap namun tetap terpapar sinar matahari. Sengaja saya simpan disana agar memudahkan saya ketika hujan.

Malas juga kalau harus angkut-angkut tanaman setiap hujan tiba karena akarnya belum kuat, sedang hujan akhir-akhir ini selalu deras. Selama itu pula, benih tersebut saya siram dengan air tajin atau air bekas mencuci beras. Zero waste lagi kan? Ya karena memang air tajin lebih bernutrisi daripada air biasa.

Saat ini benih tersebut sudah bertambah tinggi, bertambah hijau, dan jumlah daunnya pun bertambah. Sudah mulai berdiri kokoh. Saya pun meletakannya di bawah sinar matahari langsung. Fotonya nanti ya menyusul. Karena pertumbuhan benih ini masih akan berlangsung 60-80 hari ke depan. Lama juga ya ternyata, tapi semoga dalam jangka 2-3 bulan itu saya masih di Samarinda dan di rumah saja. Dan semoga benih-benih ini tumbuh sesuai harapan, penuh cabai sehingga jika Bunda mau masak tinggal petik-petik. Semoga.

Terima kasih sudah berkenan mampir. Silahkan tinggalkan jejak terbaik di kolom komentar ya :)







Karimah Iffia Rahman
Karimah Iffia Rahman Seorang ibu alumni Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia. Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berada dalam Buku Antologi Menyongsong Society 5.0. Sebagian pemasukan dari artikel berbayar pada blog ini disalurkan untuk pendidikan anak-anak yatim dan duafa. Untuk bekerjasama, dipersilahkan menghubungi via iffiarahman@gmail.com

2 komentar untuk "Benih Cinta Mertua"

  1. Masya Allah, telaten sekali ya mbak If. Kalau saya bagian siram menyiram aja deh, hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbaa, Iya kalo masih semangat sih telaten, tp mudah2an sampe bisa panen semangat terus... hehehe

      Hapus