Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
gambar banner

Perjalanan Menulis Bersama Kafa (Part 2)

Perjalanan Menulis Bersama Kafa (Part 2, End.)

Halo semua... pasti sebagian dari kalian ada yang sudah sering ya menerima broadcast saya di whatsaap group, instagram story, facebook story, wa story, atau di media apapun terkait tulisan saya yang diunggah di Mubadalah.id. Hihi, sebelumnya saya mohon maaf dan ingin mengucapkan terima kasih.

Jangan bosan ya, karena ya sebagai seorang stay at home mom, menulis menjadi salah satu cara agar saya mandiri secara finansial baik melalui Mubadalah.id maupun media online lainnya.

Dari pada menggerutu kesal dan mungkin pernah juga terbesit iri. Di sini saya akan meredam sedikit perasaan itu dengan berbagi tips agar teman-teman yang berminat menjadi kontributor Mubadalah, naskahnya dapat diterima oleh tim redaktur. Tentu tips ini masih ada kaitannya dengan tulisan saya beberapa waktu yang lalu tentang Perjalanan Menulis Bersama Kafa (Part 1)

Women Writer's Conference
Dokumentasi Pribadi. Ilustrasi: Canva

Setelah saya menyelesaikan proyek menulis buku Menyongsong Society 5.0. Cukup lama saya tidak menulis lagi mengingat Kafa sudah semakin besar, yang tadinya hanya bisa menangis dan ngajak begadang, sekarang sudah semakin pintar, merangkak, berguling, hingga berjalan.

Saya merasa ya memang fasenya sedang seperti ini, maka saya tidak banyak berekspektasi. Bisa mandi sehari dua kali saja sudah alhamdulillah. Apalagi sampai bisa kembali menulis.

Seleksi Women Writer's Conference

Tetapi Allah punya rencana lain. Lagi-lagi saya lupa kapan tepatnya saya menerima broadcast tentang e-pamflet Women Writer's Conference yang diadakan Mubadalah. Tapi seingat saya, saya mendapat info tersebut dari  WAG Women Writer Yogyakarta binaan Aman Indonesia.

Saat itu saya hanya melihat deadline pengumpulan rancangan naskah. Agak sedikit cemas tidak bisa mengirim naskah mengingat saya sedang menjalani long distance marriage bersama suami. Waktu itu suami di Magelang dan saya sudah di Jakarta.

Sambil melakukan pekerjaan domestik dan membersamai Kafa, fikiran saya dihantui "kira-kira nulis apa yaa..." kurang lebih seperti itu. Akhirnya justru ilham itu muncul ketika sedang direct breast feeding (dbf). Langsung saya tulis draftnya di samsung note dan seperti tim mepet deadline pada umumnya, barulah tulisan itu dikirim setelah mepet penutupan penerimaan naskah.

Seperti biasa juga, saya tidak bilang suami kalau mengirim naskah. Kadang endingnya cuma kesel-keselan kalo bilang dulu (walaupun sebenarnya suami mengijinkan). Berbeda kalo ngirim naskah dulu, jadi ayah Kafa cuma ngikut yang terbaik aja kalau sudah begitu, hahaha...

Akhirnya pengumuman tiba. Justru lucunya banyak teman yang mention saya karena justru dari mereka lah saya tahu bahwa naskah saya menjadi salah satu dari 50 naskah yang lolos.

Selain ucapan selamat dari teman-teman, ada juga yang sampai bertanya seperti apa naskah yang saya kirim, ya saya perlihatkan draftnya saja. Setelah pengumuman inilah baru saya lapor kepada suami bahwa saya akan mengikuti konferensi menulis. Karena sudah lolos, jadi suami pun memberi izin.

Selama perjalanan menuju Cirebon pun Kafa sangat anteng. Meski barang yang saya bawa cukup banyak, satu tas ransel dan satu koper. Tetapi saya masih bisa membawa Kafa dan barang-barang tersebut dibantu dengan jasa porter tentunya.

Women Writer's Conference (WWC)

Dari sekian ratus naskah yang masuk ke tim panitia WWC, 50 naskah dinyatakan lolos dan diberi kesempatan untuk mengikuti agenda yang sudah panitia siapkan selama 3 hari sejak 11-14 Desember 2019 di Hotel Sapadia Cirebon.

Artinya selama 3 hari saya harus membawa Kafa ke luar kota hanya berdua dan di dalam forum menulis. Sejujurnya saya agak ketakutan, tapi mengingat ini kesempatan langka maka saya mengambil kesempatan ini dengan segala resiko yang harus di terima.

Saat itu, mendapati kesempatan ini, saya merasa beruntung dan bersyukur karena diberi self love dan hadiah ulang tahun secara cuma-cuma oleh Allah mengingat peserta tidak dipungut biaya sepeserpun selama kegiatan ini berlangsung (kecuali biaya transportasi).

Penginapan, Makan, Ilmu dari Pemateri, sampai buku-buku (lebih dari 5 buku) yang berkaitan dengan perspektif Mubadalah pun diberikan secara cuma-cuma alias gratis.

Fabiayyi a-la i-robbikuma tukadzdziban...

Yang lebih dikagetkan lagi, ternyata tidak hanya saya yang akan membawa anak dalam forum ini. Ada 6 peserta yang juga harus membawa anaknya karena hal-hal tertentu. Dan acara ini sangat ramah anak, karena panitia secara sadar dan sukarela menyiapkan panitia khusus untuk menjaga anak-anak ketika peserta sedang mengikuti kegiatan konferensi.

Bahkan Kafa selama acara tidak pernah menangis yang tidak wajar. Ia mau diajak dan diasuh oleh Mba Siti (panitia dengan jobdesk momong bayi) dan tidak rewel. Hanya menangis ketika lapar dan ingin dbf.

Qiro'ah Mubadalah
Salah satu fasilitas yang didapat dalam kegiatan WWC

Hari pertama saya dan peserta yang lainnya diajak mengikuti forum peluncuran dan bedah buku "Ensiklopedia Muslimah Reformis: Pokok-Pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi" karya Prof. Dr. Musdah Mulia. Hari itu akhirnya selain bertemu Ibu Musdah, saya bertemu langsung dengan DR. KH. Husein Muhammad, Nyai Hj. Masriyah Amva. Tak lupa bertemu kembali dengan Dr. KH. Faqih Abdul Kodir. 

Baca juga: Tips Menulis di Mubadalah.id

Malam harinya peserta diajak beramah tamah dan saling memperkenalkan diri. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang hebat. Mahasiswa S1, Mahasiswa S2, dosen, dan memang aktivis kesetaraan gender.

Sepertinya hanya saya yang ibu rumah tangga. Tapi tujuan kami sama, sama-sama belajar tentang perspektif Mubaadalah lebih dalam. Sebelum acara usai, kami diberi pre-test terkait materi yang akan kami dalami nantinya.

Hari kedua kami diberi materi tentang Penguatan Pondasi Pengetahuan untuk Pemberdayaan Perempuan. Panitia mengundang Rozana Isa (Pengarah Eksekutif Sister in Islam Malaysia).

Sesi berikutnya panitia membagi 50 peserta ke dalam tiga kelas peminatan yang dibimbing oleh Ibu Umdah El-Baroroh (seorang pengasuh pesantren dan dosen STAI IPMAFA serta pakar metodologi fiqh sosial untuk isu-isu perempuan), Ibu Yulianti Muthmainnah (dosen ITB Ahmad Dahlan yang pernah bekerja di kantor staff Kepresidenan dan pakar bidang konvensi internasional dan hukum), Ibu Susy Ivvati (mantan jurnalis KOMPAS dan redaktur Alif.id serta pakar-pakar isu riset, jurnalisme, dan media).

Saya memilih masuk di kelas ibu Umdah El-Baroroh karena saya merasa perlu belajar tafsir al-Qur'an lebih dalam. Apalagi tafsir-tafsir al-Qur'an terkait perempuan dan kesetaraan gender yang perlu dipahami secara kontekstual. Malam harinya seperti biasa, kami diberi pelatihan menulis yang suasananya lebih cenderung ngobrol santai.

Hari ketiga peserta diberi materi tentang Penguatan Metodologi Keislaman untuk Pemberdayaan Perempuan. Pematerinya siapa lagi kalau bukan bunyai masyhur DR. Nur Rofi'ah, Bil. Uzm (Dosen Tafsir Pascasarjana PTIQ dan Ibu KGI) serta Dr. Faqihuddin Abdul Kodir (bapak Mubadalah dan dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon).

Malam harinya kami diberi materi Penguatan Hukum Keluarga untuk Pemberdayaan Perempuan oleh KH. Marzuki Wahid, M. Ag (Sekretaris Lakpesdam NU, dosen dan penulis buku Fiqh Indonesia). Setiap harinya selama acara berlangsung, peserta diberi kesempatan mempresentasikan rancangan tulisan dihadapan panitia dan peserta lainnya untuk diberi masukan, saran, atau kritik.

Baca juga: Perempuan Menulis, Perempuan Berdaya

Hari terakhir pelatihan tepatnya di hari lahir saya, tentu kami diwajibkan untuk menyelesaikan tulisan karena nantinya tulisan yang kami rancang sebelumnya akan diunggah di Mubadalah.id.

Peserta yang belum presentasi tentu diharuskan untuk presentasi. Saya dapat jatah paling terakhir sekaligus kejutan untuk hari lahir saya. Benar-benar Bahagia dan Membahagiakan seperti slogan Mubadalah. Dan alhamdulillahnya, naskah saya ketika presentasi diterima dan dimuat oleh tim redaktur Mubadalah.id.

Artikel tersebut kemudian menjadi momen lahirnya artikel-artikel baru yang saya tulis untuk Mubadalah.id. Tulisan saya tentu masih banyak kekurangannya. Terlebih saya memang bukan seorang yang pro dalam hal tulis-menulis.

Masih sangat jauh untuk menuju tingkatan tersebut. Tetapi seorang profesional tentu tidak terlepas dari masa-masa menjadi amatir. Saat ini selain di Mubadalah beberapa tulisan saya dapat dibaca di Islami.co dan NU Online.

Karena perjalanan menulis bersama Kafa ternyata cukup panjang, maka untuk tips-tips menulis di Mubadalah.id akan saya tulis di sini. Sementara sampai di sini dulu ya, terima kasih telah berkunjung ke iffiarahman.com. Sekian, semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk tinggalkan jejak terbaik di kolom komentar ya :)

Kata kunci: Konsep Mubadalah, Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kodir, Lc., MA.

Karimah Iffia Rahman
Karimah Iffia Rahman Seorang ibu alumni Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan Kebijakan Publik SGPP Indonesia. Karya pertamanya yang berhasil diterbitkan berada dalam Buku Antologi Menyongsong Society 5.0. Sebagian pemasukan dari artikel berbayar pada blog ini disalurkan untuk pendidikan anak-anak yatim dan duafa. Untuk bekerjasama, dipersilahkan menghubungi via iffiarahman@gmail.com

5 komentar untuk "Perjalanan Menulis Bersama Kafa (Part 2)"

  1. Ternyata Mubadaalah juga mengadakan WWC ya. Kereeen, sampai berhari-hari dan materinya lengkap. Sangat banyak ilmu pastinya, MasyaaAllah

    BalasHapus
  2. Wah, panitianya sigap sekali ya, sampai ada yang memang ditugaskan untuk menemani anak-anak... Rasanya masih jarang menemukan yang seperti ini, apalagi untuk acara yang peruntukannya bukan buat sekeluarga gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener mom, pokoknya sebagai peserta saya merasa unforgetable moment mengikuti acara ini

      Hapus
  3. MasyaAllah luar biasa ya mba acaarnya ini, banyak ilmu sekali dan luar biasa silaturahminya. Selamat ya Mba lolos. Senang sekali bisa membaca kisahnya

    BalasHapus