Sepatu Penyemangat Pendidikan Daru
Sepatu Penyemangat Pendidikan Baru |
Cerpen: Sepatu Penyemangat Pendidikan Daru
Masa tahun ajaran baru telah tiba. Daru yang
saat ini telah memasuki kelas tiga SD telah bersiap untuk menyambut teman-teman
dan kelas barunya. Ia memang begitu semangat dalam urusan belajar. Tidak pernah
sedikit pun ia mengeluh meski banyak halang rintang yang menghadang tekadnya
untuk menuntut ilmu berasal dari keluarganya sendiri seperti pagi ini.
“Daru, sini bantulah Mama sebentar” teriak
Mama Florens dari belakang rumah.
“Ada apa Mama?” tanya Daru sambil keluar dari
kamarnya dan menuju ke belakang rumah.
“Cepat kau bantu Mama menjemur pakaian ini.
Mama mau pergi ke pasar dulu menyusul Abangmu.”
“Tapi Daru sebentar lagi harus berangkat ke
sekolah Mama. Ini sudah pukul 06.50 WIT.”
“Kau ingin menolak Mama hah?” mata Mama
membelalak. “Sudahlah, kau tak usah pergi sekolah. Sia-sia kau sekolah, nanti
juga kau akan seperti Mama, hanya menjadi seorang ibu di rumah saja”.
Daru tidak berbicara lagi. Ia menghela nafas
lalu menatap tumpukan baju bersih yang baru saja dicuci oleh Mamanya tanpa
memperhatikan Mama Florens yang sudah bersiap menuju pasar menyusul Frans di
pasar yang sedang menjaga kios kecil milik keluarga mereka.
Aku harus segera menyelesaikan pekerjaan
ini, batin Daru sambil mulai menggantung pakaian satu
persatu.
***Berangkat Ke Sekolah
“Ah, selesai juga” ucap Daru sambil kembali
membawa keranjang kosong ke dalam rumah. Lagi-lagi ia menghela nafas melihat
jam sudah menunjukkan pukul 07.15 WIT. Lagi-lagi telat lagi, batinnya.
Ia segera mengambil sandalnya yang usang dan segera berangkat ke sekolah dengan
berjalan kaki.
Ya, Daru sekolah tidak menggunakan sepatu. Ia
hanya menggunakan seragam ala kadarnya dan juga sandal butut yang sudah aus. Tetapi
hal tersebut lumrah di kampung Damen. Bahkan teman-temannya ada yang tidak
menggunakan sandal seberuntung Daru.
***
Kejutan dari Wahana Visi Indonesia
“Pagi Nona Guru, maafkan Daru lagi-lagi Daru
terlambat masuk sekolah.” Ucap Daru setelah ia usai sampai di depan kelasnya.
“Ya, Daru tidak apa-apa, sini cepat masuk, ada
yang ingin ibu sampaikan di kelas ini.” Jawab Bu Marlina guru relawan di
sekolah Daru.
“Anak-anak, seperti yang sudah ibu sampaikan
sebelumnya, kita akan kedatangan tamu dari luar daerah Damen. Namanya Kakak
Bima dari Wahana Visi Indonesia, silahkan masuk Kak Bima” Bu Marlina membuka
sambutan kelas untuk yang kedua kalinya agar Daru tidak ketinggalan informasi.
Laki-laki berbadan tinggi besar pun masuk ke dalam ruangan, wajahnya dihiasi dengan senyuman ke setiap penjuru kelas. “Halo anak-anak, perkenalkan, nama kakak adalah Bima. Kakak perwakilan dari Wahana Visi Indonesia atau disingkat dengan huruf WVI."
"Wahana Visi Indonesia adalah Yayasan
Kemanusiaan Kristen dengan pendekatan tanggap darurat, pengembangan masyarakat
dan advokasi, yang bekerja untuk membawa perubahan yang berkesinambungan pada
kehidupan anak, keluarga, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan
yang lebih baik tanpa membedakan agama, ras, etnis, dan gender.”
“Kami menerima donasi untuk anak-anak
Indonesia dan hasil donasi tersebut digunakan untuk membantu ana-anak Indonesia
mendapatkan momen pertama mereka yang saat ini menjadi salah satu kegiatan
kampanye yang kami sebut sebagai World First atau Momen Pertama.”
“Momen pertama pada campaign ini adalah momen
pertama kalinya untuk anak-anak untuk bisa merasakan meminum air bersih,
mempunyai toilet di rumah, makan-makanan bergizi dengan piring, belajar di
bangunan sekolah, memakai sepatu, dan bisa berbicara di ajang internasional.”
Mata Daru berbinar-binar mendengar penjelasan Kak Bima. Berarti sebentar lagi ia akan menggunakan sepatu ketika bersekolah.
***
Seminggu kemudian.
"Daru, apa itu yang kau bawa?" tanya Mama Florens setelah ia mencari kayu Gaharu dan melihat Daru pulang sekolah.
"Sepatu, Mama. Dari temannya Nona Guru Marlina." ucapnya bahagia. Mama Florens ikut tersenyum melihat anaknya bahagia. Dalam hatinya ia merasa senang memiliki anak yang daya juangnya untuk belajar sangat tinggi seperti Daru, tetapi ia sadar bahwa ekonomi yang memaksanya belum bisa mendukung 100% keinginan anaknya untuk bersekolah.
Tetapi hari ini ia melihat kebahagiaan terpancar dari raut wajah anaknya. Ia pun berkata, "Pasti bertambah semangat besok kau sekolah. Jadilah perempuan yang hebat ya nak." ucapan Mamanya membuat Daru berbinar-binar dan berlari menuju Mama Florens untuk memeluknya.
***
Tamat, kisah ini fiktif namun ceritanya diambil berdasarkan pengalaman dari cerita anak yang mendapatkan momen pertamanya memiliki sepatu untuk sekolah dari hasil donasi yang disampaikan oleh Wahana Visi Indonesia. Jika teman-teman berminat untuk berdonasi, Wahana Visi Indonesia bisa menyalurkan donasi tersebut kepada anak-anak yang membutuhkan.
Jadi inget film waktu kecil, apa ya judulnya lupa. Dia ada cerita soal sepatu juga. Sepatu yg sangat dibutuhkan saat musim dingin. Duh trenyuh kak iff bacanya
BalasHapusTernyata sepasang sepatu sekolah bagi beberapa anak di daerah tertentu masih menjadi sebuah kemewahan
BalasHapus